MalinauTerkini.com – Dari tanah subur di Desa Tanjung Nanga, Kecamatan Malinau Selatan Hulu, lahir sebuah inovasi sederhana yang mengubah cara warga bertani. Rumput liar yang dulu dianggap tak berguna kini disulap menjadi pupuk organik, berkolaborasi dengan kotoran ayam yang mudah didapat.
Inovasi ini bukan sekadar menghemat biaya produksi. Lebih dari itu, pupuk organik menjadi jalan keluar atas ketergantungan petani pada pupuk kimia yang seringkali menimbulkan kerugian.
Roni Jonatan, Kepala Desa Tanjung Nanga, menyebut lahirnya pupuk organik merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam menjaga ketahanan pangan. “Dengan pupuk organik, petani tidak lagi tergantung bahan kimia. September nanti kami akan memperkenalkannya di Festival Irau dan Expo Desa se-Malinau,” ungkapnya.
Pemerintah desa kini tengah menyiapkan rumah produksi pupuk organik. Kehadiran fasilitas itu diharapkan menjadi pusat kegiatan bersama, sekaligus menguatkan posisi Tanjung Nanga sebagai desa perintis pertanian ramah lingkungan.
Awalnya, warga belajar membuat pupuk organik melalui pelatihan dua hari pada 20–21 Agustus 2025. Lima kelompok tani, termasuk kelompok wanita tani, mengikuti pelatihan tersebut. Dukungan alat berupa mesin pencacah dan pengaduk membuat produksi lebih efisien dibanding cara tradisional.
Bagi sebagian petani, pengalaman pahit dengan pupuk kimia masih membekas. Udau Ahoi, Ketua Kelompok Tani Nengayet, mengaku sempat rugi besar. “Tanaman kami bukan tumbuh subur, malah mati. Sejak saat itu, kami takut memakai pupuk kimia,” katanya.

Berbeda dengan pupuk kimia, hasil uji coba awal pupuk organik menunjukkan tanaman sayur dan kakao tumbuh lebih sehat. Warga melihat peluang besar untuk memperluas pemakaian pupuk ramah lingkungan ini ke lahan-lahan pertanian lain.
Dukungan eksternal pun berdatangan. Bank Indonesia memastikan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas produksi, sementara KKI Warsi bersama Dinas Pertanian Malinau memberikan pendampingan teknis.
Project Officer KKI Warsi, Peri Anggraeni, menilai pupuk organik bukan sekadar murah dan aman, tetapi juga mencegah praktik pembakaran lahan. “Dengan pupuk organik, masyarakat bisa bertani lebih lestari tanpa ketergantungan kimia,” ujarnya.
Kini, Desa Tanjung Nanga mantap melangkah sebagai pionir pertanian hijau di Malinau. Sebuah langkah kecil dari rumput liar yang mampu menumbuhkan harapan baru bagi masa depan pertanian di Kalimantan Utara.
Penulis: Maya

Maya adalah jurnalis MalinauTerkini.com yang meliput isu-isu pemerintahan, kecelakaan lalu lintas, layanan publik, dan dinamika sosial masyarakat di Malinau, Kalimantan Utara. Sejak bergabung pada 2022, ia aktif melakukan peliputan langsung dari lapangan dan menyajikan laporan yang akurat serta terverifikasi.




