MalinauTerkini.com – Bencana longsor untuk ketiga kalinya di titik Giram telah memutus urat nadi transportasi utama di Sungai Bahau, mengganggu akses bagi 15 desa di Kecamatan Pujungan dan Bahau.
Bupati Malinau, Wempi W Mawa, turun langsung memimpin proses evakuasi material longsor yang dilakukan secara manual bersama tim gabungan dan masyarakat selama dua hari.
Kondisi darurat ini tidak hanya melumpuhkan transportasi, tetapi juga mulai berdampak pada potensi kenaikan harga kebutuhan pokok di wilayah hulu, yakni di Bahau Hulu dan Pujungan.
Kronologi Bencana dan Respon Cepat Pemerintah
Bencana ini pertama kali dilaporkan oleh Kepala Adat Besar dan aparat pemerintah kecamatan pada tanggal 26 Juni, setelah mereka menyaksikan penyempitan aliran sungai yang drastis akibat tumpukan material longsor.
Material berupa kayu, batu, dan tanah yang terbawa dari atas diperkirakan membentang lebih dari satu kilometer dengan luasan tumpukan hampir satu hektar di badan sungai.
“Begitu menerima laporan dan dokumentasi pada 26 siang, saya melihat ada langkah-langkah yang bisa kita kerjakan secara manual. Saya putuskan untuk segera berangkat bersama tim,” ujar Wempi W. Mawa. “Ini bukan kunjungan kerja biasa, ini murni untuk memastikan situasi dan mengambil langkah cepat karena ini menyangkut akses satu-satunya bagi masyarakat.”
Longsoran ini menciptakan arus yang sangat deras dan berbahaya (giram), sehingga longboat dengan kekuatan di bawah lima mesin tidak mampu lagi melintas.
Data Tim tanggap darurat ada 15 desa dari 2 kecamatan yang terdampak akibat kejadian ini.
Gotong Royong Manual di Tengah Keterbatasan
Tantangan terbesar adalah lokasi longsor yang tidak memiliki akses darat, sehingga mobilisasi alat berat mustahil dilakukan. Semua proses evakuasi harus dilakukan dengan tenaga manusia. Wempi W. Mawa bahkan menginap satu malam di lokasi untuk memimpin langsung upaya pembersihan.
“Kami bersama warga, aparat kecamatan, personil Polsek, PAMTAS, dan TNI bahu-membahu membersihkan material,” jelasnya.
Proses evakuasi penuh risiko. Tim harus menggunakan tali dan chain block untuk menarik kayu-kayu raksasa. Bahkan, dibutuhkan keahlian khusus dan keberanian penyelam untuk mengikat kayu di dalam air deras agar bisa ditarik ke tepian.
“Puji Tuhan, setelah bekerja keras selama dua hari, longboat terbesar dengan lima mesin sudah bisa melintas, meskipun kapasitas muatnya terbatas hanya 1 hingga 1,5 ton saja,” tambah Bupati.
Dampak Ekonomi dan Solusi Jangka Pendek
Meskipun jalur sudah bisa dilewati secara terbatas, dampak ekonomi mulai terasa. Proses transportasi menjadi jauh lebih rumit dan mahal.
“Bayangkan, longboat dari hilir harus membongkar muatan di bawah giram. Mereka hanya bisa membawa 1,5 ton untuk melewati arus deras. Setelah sampai di atas, muatan dibongkar lagi, lalu longboat kembali turun untuk mengambil sisa muatan. Proses bongkar muat berkali-kali ini pasti berpengaruh pada ekonomi,” papar Wempi W. Mawa.
Akibatnya, warga harus memikul barang secara manual melewati tebing sejauh kurang lebih 400 meter. Laporan mengenai kenaikan harga barang dan BBM pun sudah diterima pemerintah daerah. Sebagai solusi darurat, pemerintah akan segera membangun pos di lokasi longsor, mengingat banyak warga dan motoris yang terpaksa harus bermalam di sana.
Ancaman Abrasi di Desa Apau Ping dan Koordinasi Lintas Sektor
Persoalan tidak berhenti di Giram. Secara bersamaan, bencana abrasi juga terjadi di Desa Apau Ping, di mana tepian sungai sepanjang 200 meter terkikis dan sudah sangat dekat dengan pemukiman warga serta pos PAMTAS.
“Saya sudah laporkan kondisi di Giram dan Apau Ping ini kepada Bapak Gubernur, Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan V, dan jajaran PUPR untuk penanganan lebih lanjut,” tegas Wempi W. Mawa. “Untuk di Apau Ping, kami sudah berkoordinasi untuk tindakan cepat pemasangan bronjong, namun ini membutuhkan waktu dan biaya yang harus kita siapkan bersama.”
Langkah-langkah koordinasi ini diambil untuk memastikan adanya solusi jangka panjang dan komprehensif, baik untuk normalisasi sungai di Giram maupun penanganan tebing kritis di Desa Apau Ping.
(Maya)