Mewarisi Gagasan Adaptif Bung Karno, Perjuangan Abadi Lintas Generasi

Ketua DPC PDIP Kabupaten Malinau, Bilung Ajang
Ketua DPC PDIP Kabupaten Malinau, Bilung Ajang

MalinauTerkini.com – Bulan Juni dikenal sebagai Bulan Bung Karno karena memuat rangkaian momen bersejarah yang berkaitan erat dengan tokoh proklamator Indonesia, Ir. Soekarno. Sosok yang juga menjabat sebagai Presiden RI pertama ini dikenang luas melalui peristiwa penting yang terjadi pada bulan tersebut.

Tiga tanggal utama menjadi alasan penamaan ini. Pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan gagasan dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Ia lahir pada 6 Juni 1901 dan wafat pada 21 Juni 1970. Ketiganya memperkuat makna historis bulan Juni dalam perjalanan bangsa.

Bacaan Lainnya

Dewan Pimpinan Cabang PDIP Malinau memperingati Bulan Bung Karno sebagai tonggak perubahan tidak hanya tentang mengenang sejarah.

Bulan Bung Karno adalah ruang refleksi atas arah bangsa dan tempat kita berpijak sebagai bagian dari Indonesia.

Nilai-nilai yang diwariskan Bung Karno justru menemukan makna baru: di bumi perbatasan, gagasannya hidup dalam tantangan nyata membangun dari pinggiran.

Bilung Ajang, Ketua DPC PDIP Malinau memaknai visi Trisakti Bung Karno merupakan gagasan multidimensi dan adaptif sepanjang masa.

“Gagasan Bung Karno merupakan sebuah konsep multi dimensi dan adaptif sepanjang masa. Zaman berkembang, generasi berganti, gagasan Bung Karno menjadi pedoman termasuk membedah persoalan saat ini,” ungkap Pria yang Juga Wakil Ketua DPRD Malinau tersebut.

Pentingnya berdaulat dalam politik juga implementatif pada aspek lokal dan global. Dalam konteks geografis, gagasan ini hidup sebagai mercu tanda dan semangat juang Bung Karno yang diwariskan dalam semangat juang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, PDIP.

ini berarti keberanian daerah untuk memperjuangkan kepentingan lokal, memperkuat peran masyarakat adat, dan menjaga kearifan lokal di tengah arus globalisasi.

Kedaulatan bukan hanya tanda atau simbol negara, tetapi menyangkut suara rakyat di pelosok, yang harus dijamin kehadirannya dalam setiap pengambilan keputusan pembangunan.

Pada aspek berdikari dalam ekonomi, Malinau telah memulainya dengan mendorong pertanian lokal, hilirisasi hasil hutan bukan kayu, dan penguatan UMKM desa.

Bung Karno mengajarkan kemandirian—bukan ketergantungan pada sumber daya luar. Prinsip ini menjadi penting ketika kita ingin Malinau tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi juga pusat produksi yang mampu memberi nilai tambah bagi warganya.

Terakhir, berkepribadian dalam kebudayaan menjadi napas kehidupan masyarakat Malinau. Di tengah derasnya budaya digital dan serbuan gaya hidup luar, masyarakat adat Kenyah, Dayak, Tidung, hingga suku lainnya tetap menjaga budaya leluhur. Ini bukan nostalgia, melainkan sikap politik budaya. Bung Karno menekankan pentingnya karakter bangsa—dan di Malinau.

karakter itu tumbuh dari seni, bahasa, serta adat yang terus diwariskan. inilah menurut Bilung warisan Bung Karno di Malinau, Bulan Bung Karno 2025.

“Maka bagi kami di Malinau, Bung Karno bukan hanya milik masa lalu. Ia hidup dalam semangat membangun dari desa, menjaga jati diri, dan memajukan wilayah perbatasan,” ungkap Bilung.

Gagasan besarnya justru menemukan tanah subur di daerah serupa Malinau, yang meski jauh dari pusat, tetap tegak membawa semangat Indonesia Merdeka.

(MT1)

Pos terkait