MalinauTerkini.com – Irau Malinau 2025 membuka panggungnya dengan gegap budaya dan konser berskala nasional, menjelma menjadi perayaan terbesar dalam dua dekade terakhir. Sejak hari pertama, gelombang penampilan adat, musisi papan atas, hingga partisipasi ribuan warga menghidupkan kota sepanjang malam.
Separuh perjalanan Irau Malinau 2025 memperlihatkan dua wajah: panggung budaya yang menjaga warisan leluhur dan perayaan megah yang menyatukan generasi.
Ketua Panitia Irau Malinau ke-11, Ernes Silvanus mengatakan progres pelaksanaan Irau Malinau hingga kini berjalan lancar. Baik keamanan, ketertiban hingga pelaksanaan acara semuanya berjalan sesuai jadwal yang telah dirancang sejak awal.
“Hari ini sudah hari ke-10 dari 20 hari, artinya sudah setengah jalan. Sampai saat ini semuanya berjalan sesuai jadwal, seluruh kegiatan berjalan dengan lancar, semua berkat kerja sama semua pihak,” ungkap Ernes.
Hal yang paling menggembirakan dari setengah babak Irau Malinau adalah fenomena keterlibatan kaum muda. Budaya menelurkan semangat abadi, pemuda tergerak melanjutkan tongkat warisan budaya.
Awal hingga Pertengahan Irau Malinau 2025
Perjalanan dimulai 7 Oktober saat 1.000 penari dan kolaborasi Slank dengan seniman lokal mengguncang pembukaan. Panggung Padan Liu Burung memantulkan semangat lintas etnis yang tampil bergantian, menandai Irau bukan sekadar perayaan, melainkan identitas budaya Malinau.
Hari-hari berikutnya, panitia memperkuat persiapan stan, jalur pengunjung, hingga tata suara agar kualitas acara tetap terjaga. Polres Malinau menurunkan ratusan personel, sementara pemuda lintas etnis bergabung sebagai relawan, membangun rasa memiliki terhadap festival.
Memasuki akhir pekan pertama, energi konser mulai membesar. Slank disusul Edane membakar panggung dengan rock keras, lalu Judika menyanyikan lagu-lagu hits meski diguyur hujan. Sweater etnik yang dikenakan Judika menjadi rebutan penonton, memperlihatkan interaksi unik antara artis dan masyarakat.
Pada saat yang sama, panggung budaya menjadi ruh utama festival. Sebanyak 11 lembaga adat dan 15 paguyuban Nusantara mengisi panggung secara bergilir. Hingga pertengahan festival, sembilan lembaga adat sudah tampil, yakni Lundayeh, Tidung, Kayan, Kenyah, Tahol, Abai, Tenggalan, Bulungan, dan Punan. Dua lembaga adat, Bulusu dan Sa’ban, masih menanti giliran pada babak berikutnya.
Ragam tradisi tampil memukau. Lundayeh membuka dengan penampilan inaugurasi Padan Liu Burung sebagai Radcha Bawang, Disusul Tidung lewat prosesi Lamaran Beseruan. Dilanjut Kayan lewat Upacara “Kingmaker” anak Ufah.
Meliwa dari Kenyah mengusung simbol perdamaian, Lunau dari Abai memanggil leluhur, Napang Nahotom dari Tahol menegaskan hubungan manusia dan alam.
15 Paguyuban turut tampil dari ahwal hingga Kiri Loko dari NTB menghadirkan 44 koin keberuntungan. Malinau menjelma menjadi panggung miniatur Indonesia.
Di luar budaya, kreativitas warga juga muncul dalam fashion show yang diikuti 319 peserta lintas usia. UMKM bergeliat, stan kuliner tak pernah sepi, dan suasana malam di kawasan festival semakin hidup, menunjukkan dampak ekonomi yang mulai terasa.
Menjelang pertengahan, jadwal artis nasional diumumkan lengkap. Edane, Happy Asmara, hingga Iwan Fals menarik perhatian luas.
Lonjakan pengunjung membuat pengamanan diperkuat menjadi 850 personel, memastikan 19 hari perayaan berjalan tertib.
Uyau Moris menutup salah satu malam dengan harmonika khas Dayak, menggabungkan musik modern dan tradisi. Penampilan ini menjadi jembatan identitas lokal dan kebanggaan nasional, mempertegas posisi Irau di peta festival budaya Indonesia.
Pada 16 Oktober, Padi Reborn tampil lengkap di atas panggung, membangkitkan nostalgia dua dekade lagu pop rock Indonesia.
Penonton bernyanyi serempak, menciptakan momen emosional yang menjadi sorotan besar. Sehari kemudian, lagu era keemasan Padi kembali menggema, memperkuat kesan bahwa Irau tak hanya menampilkan hiburan, tetapi juga sejarah musik.
Budaya tak kalah megah.
Kalong berukuran Jumbo, sejenis alat angkut tradisional dipajang Dayak Tenggalan sebagai usulan MURI pertama di Irau Malinau.
Dedap Sebenua dari Bulungan menghadirkan kipas emas raksasa 30 meter yang dibentangkan bak mahakarya istana. Tradisi ini bukan sekadar tontonan, tetapi simbol kejayaan adat yang dihidupkan kembali melalui panggung Irau.
Di luar sorotan panggung, Malinau mencatat sejarah baru dengan mengusulkan Hutan Adat skala besar pertama di Indonesia.
Sepuluh wilayah Masyarakat Hukum Adat divalidasi oleh satgas nasional dan akademisi perguruan tinggi ternama. Irau tak hanya merayakan budaya, tetapi menunjukkan posisi Malinau dalam isu lingkungan dan pengakuan hak adat.
Menuju separuh babak, agenda tetap padat: adat pagi, olahraga siang, musisi daerah malam. Setiap sudut kota ramai, parkiran penuh, dan arus wisatawan meningkat tajam. Masyarakat menikmati perayaan bukan sebagai penonton, tetapi sebagai pelaku utama.
Antusias rakyat kian membesar, dan babak kedua masih menyimpan puncak yang lebih spektakuler. Perayaan ini tak hanya meriah, tetapi menjadi cermin kemajuan daerah, kekuatan kolaborasi, dan kebanggaan yang tumbuh bersama.
(Maya)

Maya adalah jurnalis MalinauTerkini.com yang meliput isu-isu pemerintahan, kecelakaan lalu lintas, layanan publik, dan dinamika sosial masyarakat di Malinau, Kalimantan Utara. Sejak bergabung pada 2022, ia aktif melakukan peliputan langsung dari lapangan dan menyajikan laporan yang akurat serta terverifikasi.




