MalinauTerkini.com – Gaharu Malinau telah lama menjadi komoditas andalan yang menopang perekonomian masyarakat daerah Kalimantan Utara. Sumber daya alam ini, yang dikenal memiliki nilai ekonomi tinggi, menjadi nadi penting bagi keberlangsungan hidup banyak keluarga di wilayah ini.
Namun, tantangan dalam pengelolaan dan penatausahaan gaharu masih menjadi hambatan besar yang perlu diatasi agar potensi ekonomi yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait pengelolaan gaharu, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Malinau bekerja sama dengan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi dan Improsula menggelar Bimbingan Teknis Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) khusus komoditas gaharu.
Kegiatan ini berlangsung di Hotel MC pada 19 hingga 23 Agustus 2024, dengan tujuan memperkuat kapasitas para pelaku usaha dan masyarakat dalam mengelola gaharu secara legal dan berkelanjutan.
Kepala UPTD KPH Malinau, Antonius Mangiwa, menegaskan bahwa pelatihan ini merupakan langkah strategis untuk memastikan pengelolaan gaharu di Malinau dilakukan dengan cara yang benar dan bertanggung jawab. “Gaharu sebagai komoditas bernilai tinggi memerlukan penanganan yang baik dan benar mulai dari hulu hingga hilir. Dengan demikian, manfaat ekonominya dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat tanpa mengabaikan aspek kelestarian lingkungan,” ujarnya.
Menurut Mangiwa, UPTD KPH Malinau sangat menyadari pentingnya penatausahaan hasil hutan bukan kayu, khususnya gaharu, dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam di wilayahnya. Dengan pengetahuan yang tepat, diharapkan para pelaku usaha dan masyarakat pengelola dapat menjalankan usaha gaharu dengan lebih transparan dan berkelanjutan, sehingga daya saing produk gaharu Malinau di pasar global dapat meningkat.
Bimbingan teknis ini diikuti oleh sejumlah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dari berbagai daerah di Malinau, seperti KUPS Laban Nyarit, KUPS Punan Mirau, KUPS Long Berini, dan KUPS Long Kemuat.
Para peserta mendapatkan pemahaman mendalam tentang pentingnya legalitas dalam usaha gaharu, termasuk prosedur pengajuan izin tangkap dan izin edar yang menjadi syarat mutlak untuk memastikan kegiatan usaha berjalan sesuai regulasi.
Rantai sebabkan penjualan harga gaharu tidak stabil.
Rudi, anggota KUPS Laban Nyarit, menuturkan bahwa selama ini rantai penjualan gaharu yang panjang menyebabkan harga gaharu tidak stabil. “Sebagai pengumpul, kami biasanya menjual gaharu secara konvensional ke tauke, yang kemudian diserahkan kepada pengusaha. Dengan adanya bimbingan teknis ini, kami belajar cara-cara untuk memperoleh harga yang lebih adil dan memastikan usaha kami dilakukan secara berkelanjutan dan legal,” jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan oleh Roni Marteen, anggota KUPS Punan Mirau, yang mengungkapkan bahwa bimbingan teknis ini tidak hanya membantu mereka mendapatkan harga yang lebih layak, tetapi juga memberikan kepercayaan diri untuk mengembangkan usaha secara lebih terarah.
“Kami kini lebih paham tentang nilai gaharu yang kami produksi dan bagaimana mengelolanya dengan baik agar usaha kami dapat mendukung kesejahteraan komunitas secara keseluruhan,” tambahnya.
Puti Ayu Anandita, Fasilitator KKI Warsi, menekankan pentingnya pemenuhan syarat legalitas dalam pengelolaan komoditas ini.
Menurutnya, izin tangkap dan izin edar dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tidak hanya penting untuk kepatuhan hukum, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam. “Pengetahuan yang baik mengenai tata cara pengajuan izin akan memudahkan KUPS dalam menjalankan usahanya dengan aman dan sesuai regulasi,” katanya.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan pengelolaan gaharu di Malinau dapat terus berkembang, membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan. Langkah-langkah seperti ini menjadi bukti nyata bahwa pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara bertanggung jawab, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.