MalinauTerkini.com – Bagi masyarakat Punan, tanah bukan sekadar pijakan, dan air bukan sekadar aliran.
Keduanya adalah sumber keberadaan. “Tano” dan “Ungei” menjadi entitas yang membentuk tubuh manusia, sebagaimana bumi melahirkan kehidupan.
Di dataran Malinau dan Kalimantan Utara, filosofi ini diwariskan lintas generasi oleh salah satu etnis tertua yang masih menjaga hubungan intim dengan alam.
Punan memandang bumi sebagai ibu, tanah sebagai kulit dan daging, hutan sebagai nafas, serta air sebagai darah.
Cara pandang ini tidak berhenti sebagai konsep, melainkan dihidupkan dalam ritual sakral yang disebut Mekan Tun Tano, dipentaskan dalam Perayaan Irau Malinau ke-11.
Secara bahasa, Mekan Tun Tano berarti “memberi makan tanah”.
Namun dalam makna kultural, ia lebih dalam: menyatu dengan tanah, kembali pada asal, merawat sumber kehidupan. Kepala Adat Punan, Elison, menyebut ritual ini sebagai cermin cara Punan menghargai bumi dan seluruh isinya.
Manusia, bagi mereka, tidak mungkin hidup tanpa tanah dan air. Maka keduanya dimuliakan.
Ritual ini berlangsung melalui beragam tahapan adat. Lokasi dipilih dengan cermat. Sebuah tugu bernama Pengiung Ayo didirikan dan dihias rempah alami—sirih, pinang, tembakau—serta olahan tradisional seperti burak dan pengasih.
Ayam hidup disiapkan sebagai persembahan. Tetua adat memimpin tahapan seperti nyeluhui, uku pata, dan uku korip, sebelum ayam jantan dipotong. Darahnya ditebarkan ke tanah dan air, disebut Tebara, sebagai bentuk penyatuan unsur kehidupan.
Potongan daging ayam kemudian ditusukkan pada bambu atau lidi dan dibagikan kepada perwakilan suku di sepanjang daerah aliran sungai: Tubu, Mentarang, Malinau atau Belinau, Bengalun, Pujungan, hingga Kayan Hilir.
Setiap tusukan daging ditancapkan pada tempat yang disebut Mekan Tun Tano, diikuti penataan rempah dan bahan ritual lainnya. Simbolnya jelas: semua sungai, semua tanah, satu nafas kehidupan.
Penampilan adat Punan dalam Irau bukan sekadar pertunjukan budaya.
Ia adalah pengingat: saat manusia menjaga bumi, bumi menjaga manusia. Lembaga Adat Punan Malinau menjadi kelompok kesembilan yang tampil tahun ini, membawa pesan paling mendasar dari seluruh perayaan—alam bukan objek, melainkan bagian dari tubuh manusia.
(Maya)

Maya adalah jurnalis MalinauTerkini.com yang meliput isu-isu pemerintahan, kecelakaan lalu lintas, layanan publik, dan dinamika sosial masyarakat di Malinau, Kalimantan Utara. Sejak bergabung pada 2022, ia aktif melakukan peliputan langsung dari lapangan dan menyajikan laporan yang akurat serta terverifikasi.




